Visiuniversal---Warga berguru dan siswa sekalian, dalam pembahasan wacana Agama dari kacamata ilmu antropologi kali ini kita akan mencoba mengupas wacana agama wahyu dan agama bumi yang ada di dunia ini. Untuk memahami mengenai agama bumi dan agam wahyu, ada baiknya disinggung terlebih dahulu pengertian agama menyerupai yang diuraikan dibawah ini :
1. Pengertian Agama
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), agama yaitu sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan fatwa kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut.
Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti "tradisi" sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini yaitu religi yang berasal dari bahasa Latin dan berasal dari kata kerja "re-ligare" yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan..
2. Cara-cara Beragama
Jika dilihat berdasarkan caranya, beragama sanggup dibedakan sebagai berikut :
a. Cara Tradisional, yaitu cara beragama berdasarkan tradisi. Cara ini mengikuti cara beragama nenek moyang, leluhur atau orang-orang dari angkatan sebelumnya. Pada umumnya besar lengan berkuasa dalam beragama, sulit mendapatkan hal-hal keagamaan yang gres atau pembaharuan. Apalagi bertukar agama, bahkan tidak ada minat. Dengan demikian kurang dalam meningkatkan ilmu amal keagamaannya.
b. Cara Formal, yaitu cara beragama berdasarkan formalitas yang berlaku di lingkungannya atau masyarakatnya. Cara ini biasanya mengikuti cara beragamanya orang yang berkedudukan tinggi atau punya pengaruh. Pada umumnya tidak besar lengan berkuasa dalam beragama. Praktis mengubah cara beragamanya jikalau berpindah lingkungan atau masyarakat yang berbeda dengan cara beragamanya. Praktis bertukar agama jikalau mereka memasuki lingkungan atau masyarakat yang lain agamanya. Mereka ada minat meningkatkan ilmu dan amal keagamaannya akan tetapi hanya mengenai hal-hal yang gampang dan nampak dalam lingkungan masyarakatanya.
c. Cara Rasional, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan rasio sebisanya. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati fatwa agamanya dengan pengetahuan, ilmu dan pengamalannya. Mereka bisa berasal dari orang yang beragama secara tradisional atau formal, bahkan orang tidak beragama sekalipun.
d. Cara Metode Pendahuluan, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan logika dah hati (perasaan) di bawah wahyu. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati fatwa agamanya dengan ilmu, pengamalan dan penyebaran (dakwah). Mereka selalu mencari ilmu dulu kepada orang yang dianggap ahlinya dalam ilmu agama yang memegang teguh fatwa orisinil yang dibawa oleh utusan dari sesembahannya semisal nNabi atau Rasul sebelum mereka mengamalkan, mendakwahkan dan bersabar (berpegang teguh) dengan itu semua.
Agama Bumi
Agama bumi disebut juga agama wad'i (natural Religion) yaitu agama yang bersumber pada akal, pikiran, dan sikap manusia, sehingga disebut juga agama budaya. Agama bumi lahir berdasarkan filsafat masyarakat, baik yang berasal dari para pemimpin masyarakat atau dari para pengajur agama yang besangkutan.
1. Karakteristik Agama Bumi
Pada mulanya, agama bumi muncul di kalangan orang-orang atau masyarakat sederhana, agama ini memuat keyakinan kepada sejumlah kekuatan yang ada di luar insan sebagai daerah untuk memohon petunjuk manakala mereka menghadapi saat-saat kritis. Kekuatan-kekuatan tersebut sanggup saja sebagai roh orang yang telah mati; makhluk halus yang menghuni gunung, kerikil besar, pohon besar, pada hewan tertentu atau segala makhluk yang tidak berwujud.
Kepercayaan terhadap makhluk-mahkluk halus tersebut dikenal dengan sebutan Animisme. Berbeda dengan kepercayaan pada Ma'na yaitu kekuatan supernatural yang dimanifestasikan pada individu tertentu tau pada benda yang dianggap mempunyai kekuatan luar biasa dan keajaiban. Sampai sekarang, jenis kepercayaan ini dihubungkan dengan masyarakat yang masih terbelakang, disebut tribal religions di muka bumi. Setiap masyarakat di permukaan bumi ini kadangkala harus memahami, adanya kekuatan di luar kekuatan manusi, terutama setiap fenomena alam yang terjadi di sekitar kehidupannya, menyerupai gempa bumi, angin ribut, halilintar, hujan lebat, dan lain-lain. Kekuatan tersebut sanggup dianggap sebagai kekuatan gaib, lantaran insan tidak sanggup berbuat hal untuk memunculkan fenomena alam semacam itu.
Pada masyarakat sederhana terdapat suatu keteraturan melalui nilai-nilai atau norma-norma yang dilandasi oleh adanya kepercayaan bersama terhadap sesuatu yang dianggap mistik dan sanggup mempersatukan tiap kepingan masyarakat. Kepercayaan bersama dalam bentuk religi ini merupaka suatu pengukuhan yang mengakibatkan adanya saling ketergantungan di antara warga masyarakat dalam hal kepercayaan mereka. Hal ini terntu saja berbeda dengan masyarakat yang telah mengalami kemajuan. Masyarakat sederhana menyerupai ini mempunyai ikatan nilai dan norma yang sangat akrab dengan berpedoman pada religinya. Religi yang dimiliki masyarakat sederhana ini nampaknya membantu terwujudnya solidarits sosial bagi mereka yang terlibat di dalamnya.
Religi berdasarkan Emile Durkheim yaitu ....suatu sistem terpadu mengenai kepercayaan-kepercayaan, praktik-praktik yang bekerjasama dengan benda-benda suci ... benda-benda khusus atau terlarang - kepercayaan dan praktik-praktik yang menyatu dalam satu komunitas yang disebut umat, semuanya yang bekerjasama dengan itu.
Kegiatan yang dilakukan masyarakat dalam rangka kegiatan religi memerlukan suatu alat yang dianggap suci dalam bentuk simbol yang diyakini bersam yang mempunyai suatu kekuatan yang sanggup mempersatukan kehidupan mereka yang disebut Totem. Totem yaitu nama atau lambang klan itu, dan mereka percaya bahwa benda totem itu mewujudkan prinsip totem yang suci, atau apa yang disebut mana. Ternyata suatu kelompok masyarakat yang dilandasi oleh kekerabatan dalam bentuk kaln mempunyai totem masing-masing yang dijadikan pengikat solidaritas sosial yang mekanik.
Emile Durkheim menyatakan bahwa totem yaitu : ...simbol masyarakat yang disebut klan. (Simbolnya) itu yaitu benderanya ...Dewa klan, prinsip totemik kemudian tidak sanggup lain dari pada klan itu sendiri, terjelma dam terwakili dalam imajinasi melalui bentuk-bentuk hewan atau sayur mayur yang sanggup dilihat, yang mereka perlakukan sebagai totem.
Dengan demikian, bahwa sistem totem sebagai religi yang hidup dalam masyarakat primitif, telah menunjukkan suatu keyakinan yang dalam terhadap kehidupan kelompoknya, sehingga dimanapun mereka berada akan tetap bersatu dalam totem yang sama dan akan berkumpul di saat-saat tertentu dalam upacara keagamaan yang dilaksanakan oleh klannya, sehingga totem ini sebagai alat integrasi sosial ke dalam bagi kehidupan masyarakat.
Religi melalui totemismenya, berbeda dengan mentalitas sederhana (primitif), pemikiran mengenai mentalitas sederhana yang dimiliki oleh individu yang terdapat pada suatu kelompok masyarakat akan dipengaruhi oleh gambaran-gambaran kolektif di mana yang bersangkutan berada.
Dalam kehidupan masyarakat sederhana menegaskan bahwa keberadaan individu dan pemikirannya terhadap suatu hal tergantung pada masyarakatnya, lantaran masyarakatlah yang menunjukkan pengetahuan dan konsep-konsep kehidupan sebagai suatu fenomena sosial maupun fenomena alam pada individu. Dalam hal menanggapi gambaran-gambaran kolektif dari suatu fenomena, bagi masyarakat selalu bersifat mistis atau adanya suatu kekuatan yang supra-natural dari setiap kejadina yang berlangsung di alam.
Religi dalam hal kepercayaan kolektif yang dimiliki masyarakat, yaitu sama-sama adanya suatu kepercayaan yang dilandasi oleh adanya kekuatan supra-natural yang dihasilkan oleh fenomena alam yang muncul di lingkungan kehidupan masyarakat sederhana, kemudian ditanggapinya sebagai suatu citra kolektif dan yakini bersama, keduanya menekankan bahwa kehidupan masyarakat akan memilih keberadaan individu, begitu pula bahwa religi yang dianut individu sebagai hasil dari keyakinan yang dianut bersama dalam masyarakat.
Adapula pendapat bahwa religi muncul dimulai dari adanya magic melalui pengobatan-pengobatan yang dilakukan oleh dukun terhadap setiap warga masyarakat yang sakit. Kesembuhan dari adanya sakit tersebut sebagai suatu pertolongan yang dilakukan oleh roh leluhur masyarakat yang membantu dan melindungi warganya melalu perantaraan dukun yang bersangkutan. Dukun sihir menunjukkan keyakinan terhadap masyarakat akan adanya kekuatan ghaib yang dimilikinya, terutama dalam hal pengobatan jawaban adanya gangguan-gangguan dari makhluk lain. Religi yang ada dalam kehidupan masyarakat tidak lepas dari adanya simbol religi.
Dalam hal ini terdapat keselarasan antara dukun yang mengobati dengan pasien melalui mitos dan kasi yang dilakukan oleh keduanya. Munculnya mitos dalam kehidupan masyarakat selalu dihubungkan dengan keadaan masa kemudian yang penuh dengan kepahlawanan dan mitos ini menunjukkan jalan keluar daei keadaan yang tertekan. Mitos dalam kehidupan masyarakat tidak terlepas dari adanya suatu keyakinan akan kejadian-kejadian di masa lampu yang belum tentu kebenarannya sanggup dipertanggung jawabkan, tetapi adanya keyakinana masyarakat akan adanya religi yang mempercayai mitos tentu mempunyai tingkatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengertian religi sebelumnya.
Kembali kita memahami akan kemunculan religi yang hidup dalam masyarakat sederhana atau primitif, tidak lain lantaran adanya fenomena alam, diluar jangkauan dan keterbatasan pemikiran insan dalam menjawab fenomena tersebut, sehingga mereka menganggap adanya kekuatan dahsyat yang tidak sanggup ditaklukan oleh kekuatan manusia. Hal itu sebagai kekuatan supra-natural, sehingga harus dihormati dan dipuja semoga menunjukkan pemberian dan berkah bagi insan dan masyarakatnya.
Pada hakikatnya tindakan hal-hal mistik ini merupakan penyempurnaan bagi usaha-usaha biasa dari manusia. Ternyata kepercayaan terhadap hal-hal yang gaib di luar jangkauan insan merupakan kekuatan sebagai penyelaras kekerabatan insan dengan alam dan sebagai pengawas terhadap tingkah laku insan dengan sesamanya maupun dengan alam melalui norma-norma yang dihasilkannya, baik dalam bentuk anjuran, keharusan, maupun larangan.
Manusia mempunyai rasa takut apabila melanggar norma yang telah ditetapkan, dan setiap pelanggaran yang dilakukan sanggup mendatangkan peristiwa tidak saja kepada si pelanggar, juga kepada orang lain dalam kelompoknya bahkan bagi seluruh masyarakat. Sehingga insan senantiasa mentaati norma yang ada dan menjaga keselarasan hidup di alam.
Religi yang dilakukan insan hubungannya dengan fenomena alam, apabila diurutkan, maka harus memenuhi tiga faktor, yaitu :
Ketigafaktor tersebut merupakan norma dalam menjalankan religi dan mempunyai nilai magis yang dianggap mempunyai kekuatan bagi yang menggunakannya. Adapun kekuatan tersebut mempunyai sifat masing-masing yang diadaptasi dengan kebutuhan masyarakat, sehingga masyarakat menjadikannya sebagai ajimat yang mempunyai kekuatan mistik siap dipakai setiap saat. Kekuatan tersebut mencakup :
a. bersifat menghancurkan dalam bentuk kerusakan, penyakit, dan kematian;
b. bersifat melindungi bagi yang menggunakannya baik dalam menghadapi tantangan alam, gangguan dan hewan buas, maupun gangguan dari insan lain yang sanggup merongrong harta milik pribadi; dan
c, bersifat produktif, yaitu untuk menghasilkan suatu barang atau jasa guna menunjang perekonomian keluarga tau masyarakat seperti berburu, panen, minta hujan, minta jodoh, dan lain-lain.
Untuk memperjelas magis dan religi perlu kembali dipertegas yaitu: Apabila insan itu disalurkan kepada suatu sikap rohani yang mengabdi yang menghamba terhadap kekuasaan-kekuasaan atas alam, maka kita namakan religi. Sedang istilah magi menyatakan kemauan untuk menguasainya.
Dengan demikian, bahwa religi lebih menekankan pada penyerahan diri terhadap yang diyakini masyarakat, sedangkan magis lebih menekankan pada bentuk penguasaan tiga faktor religi, menyerupai : yang bersifat menghancurkan, bersifat melindungi, dan produktif.
Pada dasarnya insan itu hidup bagi masyarakat sederhana dianggap mempunyai serba keterbatasan dari kekuatan alam yang dianggap dahsyat, sehingga menjadi tidak berdaya terhadap hal itu, sehingga munculah keyakinan terhadap kekuatan lain yang mustahil dimiliki manusia. Adanya ketidak mampuan menyerupai di atas, maka insan mempercayai adanya kekuatan mistik yang dianggap bisa mengatasi, menyelematkan, atau membantu manusia. Dengan demikian, bahwa adanya kepercayaan terhadap kekuatan mistik yang dibentuk telah dianggap sebagai jalan keluar untuk menjawab setiap misteri dan tantangan alam yang terdapat disekitar manusia.
2. Agama Budaya
Di samping itu, bahwa munculnya agama budaya dalam pikiran insan disebabkan oleh adanya getaran jiwa yang disebut emosi keagamaan. Muncul emosi keagamaan lantaran setiam insan pernah mengalaminya, walaupun getarannya hanya sesaat kemudian menghilang. Adanya emosi keagamaan mengakibatkan insan seakan-akan terpesona oleh benda, tindakan, dan gagasan yang dianggap mempunyai kekuatan luar biasa, sehingga dianggap mempunyai nilai keramat dan dianggap suci, kemudian mendorong insan untuk melaksanakan tindakan-tindakan yang bersifat religi.
Di dalam agama budaya terdapat unsur-unsur yang dipertahankan dan dilaksanakan oleh para penganutnya, yaitu :
a. memelihara emosi keagamaan
b. yakin dan percaya pada yang gaib
c. melaksanakan program dan upacara tertentu
d. mempunyai sejumlah pengikut yang mentaati.
Keempat unsur tersebut saling bertautan, yang kesemuanya berdasarkan pada kepercayaan terhadap hal yang gaib, yang ditakuti dan disayangi, yang disebut., Tuhan, Dewa, Roh, atau makhluk halus, yang bersifat jahat maupun yang bersifat baik.
Pewarisan kepercayaan pada masyarakat sederhana yang berasal dari emosi keagamaan diturunkan dan diwariskan kepada penerusnya melalui ungkapan, dongeng berirama, dongeng-dongeng suci, dan sebagainya. Pewarisan agama budaya seperti ini dilakukan secara lisan, sedangkan pada masyarakat yang lebih maju dan sudah mengenal goresan pena biasanya telah terdokumentasikan melalui goresan pena di atas daun, kulit kayu, bambu, kulit binatang, bahkan kertas dan dibukukan menjadi kitab atau buku suci yang dikeramatkan.
Agam budaya muncul berdasarkan hasil pemikiran masyarakat sebagai filsafat agama yang bersangkutan, di dalamnya termasuk kepercayaan yang dianut oleh masyarakat yang masih sederhana atau tradisional. Agama budaya atau Wad'i tidak mempunyai pegangan kitab suci yang berisi firman Tuhan dan tidak berdasarkan pada fatwa yang dibawa oleh para Rasul menyerupai dalam agama Wahyu (Baca Mengenal Agama Wahyu).
3. Ciri-ciri Agama Bumi
Berdasarkan uraian dan penjelasan wacana agama bumi di atas, maka ciri-ciri agama bumi sanggup kita lihat yaitu sebagai berikut :
a. Konsep ketuhanannya tidak monotheis, bahkan tidak jelas
b. Tidak disampaikan oleh rasul Tuhan sebagai utusannya,
c. Kitab suci bukan berdasarkan wahyu Tuhan,
d. Dapat berubah dengan terjadinya perubahan kehidupan masyarakat dan penganutnya,
e. Kebenaran ajaran dasarnya tidak tahan kritik terhadap akan manusia
f. Sistem merasa dan berfikir sama dengan sistem merasa dan berfikir kehidupan masyarakat penganutnya.
Baca selanjutnya.... pada Artikel.... Mengenal Agama Wahyu di Sini !!
1. Pengertian Agama
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), agama yaitu sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan fatwa kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut.
Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti "tradisi" sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini yaitu religi yang berasal dari bahasa Latin dan berasal dari kata kerja "re-ligare" yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan..
2. Cara-cara Beragama
Jika dilihat berdasarkan caranya, beragama sanggup dibedakan sebagai berikut :
a. Cara Tradisional, yaitu cara beragama berdasarkan tradisi. Cara ini mengikuti cara beragama nenek moyang, leluhur atau orang-orang dari angkatan sebelumnya. Pada umumnya besar lengan berkuasa dalam beragama, sulit mendapatkan hal-hal keagamaan yang gres atau pembaharuan. Apalagi bertukar agama, bahkan tidak ada minat. Dengan demikian kurang dalam meningkatkan ilmu amal keagamaannya.
b. Cara Formal, yaitu cara beragama berdasarkan formalitas yang berlaku di lingkungannya atau masyarakatnya. Cara ini biasanya mengikuti cara beragamanya orang yang berkedudukan tinggi atau punya pengaruh. Pada umumnya tidak besar lengan berkuasa dalam beragama. Praktis mengubah cara beragamanya jikalau berpindah lingkungan atau masyarakat yang berbeda dengan cara beragamanya. Praktis bertukar agama jikalau mereka memasuki lingkungan atau masyarakat yang lain agamanya. Mereka ada minat meningkatkan ilmu dan amal keagamaannya akan tetapi hanya mengenai hal-hal yang gampang dan nampak dalam lingkungan masyarakatanya.
c. Cara Rasional, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan rasio sebisanya. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati fatwa agamanya dengan pengetahuan, ilmu dan pengamalannya. Mereka bisa berasal dari orang yang beragama secara tradisional atau formal, bahkan orang tidak beragama sekalipun.
d. Cara Metode Pendahuluan, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan logika dah hati (perasaan) di bawah wahyu. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati fatwa agamanya dengan ilmu, pengamalan dan penyebaran (dakwah). Mereka selalu mencari ilmu dulu kepada orang yang dianggap ahlinya dalam ilmu agama yang memegang teguh fatwa orisinil yang dibawa oleh utusan dari sesembahannya semisal nNabi atau Rasul sebelum mereka mengamalkan, mendakwahkan dan bersabar (berpegang teguh) dengan itu semua.
Agama Bumi
Agama bumi disebut juga agama wad'i (natural Religion) yaitu agama yang bersumber pada akal, pikiran, dan sikap manusia, sehingga disebut juga agama budaya. Agama bumi lahir berdasarkan filsafat masyarakat, baik yang berasal dari para pemimpin masyarakat atau dari para pengajur agama yang besangkutan.
1. Karakteristik Agama Bumi
Pada mulanya, agama bumi muncul di kalangan orang-orang atau masyarakat sederhana, agama ini memuat keyakinan kepada sejumlah kekuatan yang ada di luar insan sebagai daerah untuk memohon petunjuk manakala mereka menghadapi saat-saat kritis. Kekuatan-kekuatan tersebut sanggup saja sebagai roh orang yang telah mati; makhluk halus yang menghuni gunung, kerikil besar, pohon besar, pada hewan tertentu atau segala makhluk yang tidak berwujud.
Kepercayaan terhadap makhluk-mahkluk halus tersebut dikenal dengan sebutan Animisme. Berbeda dengan kepercayaan pada Ma'na yaitu kekuatan supernatural yang dimanifestasikan pada individu tertentu tau pada benda yang dianggap mempunyai kekuatan luar biasa dan keajaiban. Sampai sekarang, jenis kepercayaan ini dihubungkan dengan masyarakat yang masih terbelakang, disebut tribal religions di muka bumi. Setiap masyarakat di permukaan bumi ini kadangkala harus memahami, adanya kekuatan di luar kekuatan manusi, terutama setiap fenomena alam yang terjadi di sekitar kehidupannya, menyerupai gempa bumi, angin ribut, halilintar, hujan lebat, dan lain-lain. Kekuatan tersebut sanggup dianggap sebagai kekuatan gaib, lantaran insan tidak sanggup berbuat hal untuk memunculkan fenomena alam semacam itu.
Pada masyarakat sederhana terdapat suatu keteraturan melalui nilai-nilai atau norma-norma yang dilandasi oleh adanya kepercayaan bersama terhadap sesuatu yang dianggap mistik dan sanggup mempersatukan tiap kepingan masyarakat. Kepercayaan bersama dalam bentuk religi ini merupaka suatu pengukuhan yang mengakibatkan adanya saling ketergantungan di antara warga masyarakat dalam hal kepercayaan mereka. Hal ini terntu saja berbeda dengan masyarakat yang telah mengalami kemajuan. Masyarakat sederhana menyerupai ini mempunyai ikatan nilai dan norma yang sangat akrab dengan berpedoman pada religinya. Religi yang dimiliki masyarakat sederhana ini nampaknya membantu terwujudnya solidarits sosial bagi mereka yang terlibat di dalamnya.
Religi berdasarkan Emile Durkheim yaitu ....suatu sistem terpadu mengenai kepercayaan-kepercayaan, praktik-praktik yang bekerjasama dengan benda-benda suci ... benda-benda khusus atau terlarang - kepercayaan dan praktik-praktik yang menyatu dalam satu komunitas yang disebut umat, semuanya yang bekerjasama dengan itu.
Kegiatan yang dilakukan masyarakat dalam rangka kegiatan religi memerlukan suatu alat yang dianggap suci dalam bentuk simbol yang diyakini bersam yang mempunyai suatu kekuatan yang sanggup mempersatukan kehidupan mereka yang disebut Totem. Totem yaitu nama atau lambang klan itu, dan mereka percaya bahwa benda totem itu mewujudkan prinsip totem yang suci, atau apa yang disebut mana. Ternyata suatu kelompok masyarakat yang dilandasi oleh kekerabatan dalam bentuk kaln mempunyai totem masing-masing yang dijadikan pengikat solidaritas sosial yang mekanik.
Emile Durkheim menyatakan bahwa totem yaitu : ...simbol masyarakat yang disebut klan. (Simbolnya) itu yaitu benderanya ...Dewa klan, prinsip totemik kemudian tidak sanggup lain dari pada klan itu sendiri, terjelma dam terwakili dalam imajinasi melalui bentuk-bentuk hewan atau sayur mayur yang sanggup dilihat, yang mereka perlakukan sebagai totem.
Dengan demikian, bahwa sistem totem sebagai religi yang hidup dalam masyarakat primitif, telah menunjukkan suatu keyakinan yang dalam terhadap kehidupan kelompoknya, sehingga dimanapun mereka berada akan tetap bersatu dalam totem yang sama dan akan berkumpul di saat-saat tertentu dalam upacara keagamaan yang dilaksanakan oleh klannya, sehingga totem ini sebagai alat integrasi sosial ke dalam bagi kehidupan masyarakat.
Religi melalui totemismenya, berbeda dengan mentalitas sederhana (primitif), pemikiran mengenai mentalitas sederhana yang dimiliki oleh individu yang terdapat pada suatu kelompok masyarakat akan dipengaruhi oleh gambaran-gambaran kolektif di mana yang bersangkutan berada.
Dalam kehidupan masyarakat sederhana menegaskan bahwa keberadaan individu dan pemikirannya terhadap suatu hal tergantung pada masyarakatnya, lantaran masyarakatlah yang menunjukkan pengetahuan dan konsep-konsep kehidupan sebagai suatu fenomena sosial maupun fenomena alam pada individu. Dalam hal menanggapi gambaran-gambaran kolektif dari suatu fenomena, bagi masyarakat selalu bersifat mistis atau adanya suatu kekuatan yang supra-natural dari setiap kejadina yang berlangsung di alam.
Religi dalam hal kepercayaan kolektif yang dimiliki masyarakat, yaitu sama-sama adanya suatu kepercayaan yang dilandasi oleh adanya kekuatan supra-natural yang dihasilkan oleh fenomena alam yang muncul di lingkungan kehidupan masyarakat sederhana, kemudian ditanggapinya sebagai suatu citra kolektif dan yakini bersama, keduanya menekankan bahwa kehidupan masyarakat akan memilih keberadaan individu, begitu pula bahwa religi yang dianut individu sebagai hasil dari keyakinan yang dianut bersama dalam masyarakat.
Adapula pendapat bahwa religi muncul dimulai dari adanya magic melalui pengobatan-pengobatan yang dilakukan oleh dukun terhadap setiap warga masyarakat yang sakit. Kesembuhan dari adanya sakit tersebut sebagai suatu pertolongan yang dilakukan oleh roh leluhur masyarakat yang membantu dan melindungi warganya melalu perantaraan dukun yang bersangkutan. Dukun sihir menunjukkan keyakinan terhadap masyarakat akan adanya kekuatan ghaib yang dimilikinya, terutama dalam hal pengobatan jawaban adanya gangguan-gangguan dari makhluk lain. Religi yang ada dalam kehidupan masyarakat tidak lepas dari adanya simbol religi.
Dalam hal ini terdapat keselarasan antara dukun yang mengobati dengan pasien melalui mitos dan kasi yang dilakukan oleh keduanya. Munculnya mitos dalam kehidupan masyarakat selalu dihubungkan dengan keadaan masa kemudian yang penuh dengan kepahlawanan dan mitos ini menunjukkan jalan keluar daei keadaan yang tertekan. Mitos dalam kehidupan masyarakat tidak terlepas dari adanya suatu keyakinan akan kejadian-kejadian di masa lampu yang belum tentu kebenarannya sanggup dipertanggung jawabkan, tetapi adanya keyakinana masyarakat akan adanya religi yang mempercayai mitos tentu mempunyai tingkatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengertian religi sebelumnya.
Kembali kita memahami akan kemunculan religi yang hidup dalam masyarakat sederhana atau primitif, tidak lain lantaran adanya fenomena alam, diluar jangkauan dan keterbatasan pemikiran insan dalam menjawab fenomena tersebut, sehingga mereka menganggap adanya kekuatan dahsyat yang tidak sanggup ditaklukan oleh kekuatan manusia. Hal itu sebagai kekuatan supra-natural, sehingga harus dihormati dan dipuja semoga menunjukkan pemberian dan berkah bagi insan dan masyarakatnya.
Pada hakikatnya tindakan hal-hal mistik ini merupakan penyempurnaan bagi usaha-usaha biasa dari manusia. Ternyata kepercayaan terhadap hal-hal yang gaib di luar jangkauan insan merupakan kekuatan sebagai penyelaras kekerabatan insan dengan alam dan sebagai pengawas terhadap tingkah laku insan dengan sesamanya maupun dengan alam melalui norma-norma yang dihasilkannya, baik dalam bentuk anjuran, keharusan, maupun larangan.
Manusia mempunyai rasa takut apabila melanggar norma yang telah ditetapkan, dan setiap pelanggaran yang dilakukan sanggup mendatangkan peristiwa tidak saja kepada si pelanggar, juga kepada orang lain dalam kelompoknya bahkan bagi seluruh masyarakat. Sehingga insan senantiasa mentaati norma yang ada dan menjaga keselarasan hidup di alam.
Religi yang dilakukan insan hubungannya dengan fenomena alam, apabila diurutkan, maka harus memenuhi tiga faktor, yaitu :
- alat-alat yang dipergunakan, dalam bentuk wujud yang dicita-citakan individu atau masyarakat sebagai lambang dari suatu kepercayaan tertentu;
- cara dalam melaksanakan ritual yang bekerjasama dengan religi, Ritual sebagai upacara keagamaan senantiasa dilakukan untuk menghormati yang masyarakat puja, baik terhadap roh nenek moyang, dewa, ataupun totem yang menunjukkan kehidupan bagi mereka; dan
- Mantera-mantera yang diciptakan sebagai penguat keyakinan mereka terhadap hal-hal yang dianggap gaib. Mantera ini di masyarakat sanggup saja dalam bentuk karya sastra yang berfungsi juga sebagai mantera penyembuh, mantera pesugihan, matera penolak bala, matera kesuburan dan lain-lain.
Ketigafaktor tersebut merupakan norma dalam menjalankan religi dan mempunyai nilai magis yang dianggap mempunyai kekuatan bagi yang menggunakannya. Adapun kekuatan tersebut mempunyai sifat masing-masing yang diadaptasi dengan kebutuhan masyarakat, sehingga masyarakat menjadikannya sebagai ajimat yang mempunyai kekuatan mistik siap dipakai setiap saat. Kekuatan tersebut mencakup :
a. bersifat menghancurkan dalam bentuk kerusakan, penyakit, dan kematian;
b. bersifat melindungi bagi yang menggunakannya baik dalam menghadapi tantangan alam, gangguan dan hewan buas, maupun gangguan dari insan lain yang sanggup merongrong harta milik pribadi; dan
c, bersifat produktif, yaitu untuk menghasilkan suatu barang atau jasa guna menunjang perekonomian keluarga tau masyarakat seperti berburu, panen, minta hujan, minta jodoh, dan lain-lain.
Untuk memperjelas magis dan religi perlu kembali dipertegas yaitu: Apabila insan itu disalurkan kepada suatu sikap rohani yang mengabdi yang menghamba terhadap kekuasaan-kekuasaan atas alam, maka kita namakan religi. Sedang istilah magi menyatakan kemauan untuk menguasainya.
Dengan demikian, bahwa religi lebih menekankan pada penyerahan diri terhadap yang diyakini masyarakat, sedangkan magis lebih menekankan pada bentuk penguasaan tiga faktor religi, menyerupai : yang bersifat menghancurkan, bersifat melindungi, dan produktif.
Pada dasarnya insan itu hidup bagi masyarakat sederhana dianggap mempunyai serba keterbatasan dari kekuatan alam yang dianggap dahsyat, sehingga menjadi tidak berdaya terhadap hal itu, sehingga munculah keyakinan terhadap kekuatan lain yang mustahil dimiliki manusia. Adanya ketidak mampuan menyerupai di atas, maka insan mempercayai adanya kekuatan mistik yang dianggap bisa mengatasi, menyelematkan, atau membantu manusia. Dengan demikian, bahwa adanya kepercayaan terhadap kekuatan mistik yang dibentuk telah dianggap sebagai jalan keluar untuk menjawab setiap misteri dan tantangan alam yang terdapat disekitar manusia.
2. Agama Budaya
Di samping itu, bahwa munculnya agama budaya dalam pikiran insan disebabkan oleh adanya getaran jiwa yang disebut emosi keagamaan. Muncul emosi keagamaan lantaran setiam insan pernah mengalaminya, walaupun getarannya hanya sesaat kemudian menghilang. Adanya emosi keagamaan mengakibatkan insan seakan-akan terpesona oleh benda, tindakan, dan gagasan yang dianggap mempunyai kekuatan luar biasa, sehingga dianggap mempunyai nilai keramat dan dianggap suci, kemudian mendorong insan untuk melaksanakan tindakan-tindakan yang bersifat religi.
Di dalam agama budaya terdapat unsur-unsur yang dipertahankan dan dilaksanakan oleh para penganutnya, yaitu :
a. memelihara emosi keagamaan
b. yakin dan percaya pada yang gaib
c. melaksanakan program dan upacara tertentu
d. mempunyai sejumlah pengikut yang mentaati.
Keempat unsur tersebut saling bertautan, yang kesemuanya berdasarkan pada kepercayaan terhadap hal yang gaib, yang ditakuti dan disayangi, yang disebut., Tuhan, Dewa, Roh, atau makhluk halus, yang bersifat jahat maupun yang bersifat baik.
Pewarisan kepercayaan pada masyarakat sederhana yang berasal dari emosi keagamaan diturunkan dan diwariskan kepada penerusnya melalui ungkapan, dongeng berirama, dongeng-dongeng suci, dan sebagainya. Pewarisan agama budaya seperti ini dilakukan secara lisan, sedangkan pada masyarakat yang lebih maju dan sudah mengenal goresan pena biasanya telah terdokumentasikan melalui goresan pena di atas daun, kulit kayu, bambu, kulit binatang, bahkan kertas dan dibukukan menjadi kitab atau buku suci yang dikeramatkan.
Agam budaya muncul berdasarkan hasil pemikiran masyarakat sebagai filsafat agama yang bersangkutan, di dalamnya termasuk kepercayaan yang dianut oleh masyarakat yang masih sederhana atau tradisional. Agama budaya atau Wad'i tidak mempunyai pegangan kitab suci yang berisi firman Tuhan dan tidak berdasarkan pada fatwa yang dibawa oleh para Rasul menyerupai dalam agama Wahyu (Baca Mengenal Agama Wahyu).
3. Ciri-ciri Agama Bumi
Berdasarkan uraian dan penjelasan wacana agama bumi di atas, maka ciri-ciri agama bumi sanggup kita lihat yaitu sebagai berikut :
a. Konsep ketuhanannya tidak monotheis, bahkan tidak jelas
b. Tidak disampaikan oleh rasul Tuhan sebagai utusannya,
c. Kitab suci bukan berdasarkan wahyu Tuhan,
d. Dapat berubah dengan terjadinya perubahan kehidupan masyarakat dan penganutnya,
e. Kebenaran ajaran dasarnya tidak tahan kritik terhadap akan manusia
f. Sistem merasa dan berfikir sama dengan sistem merasa dan berfikir kehidupan masyarakat penganutnya.
Baca selanjutnya.... pada Artikel.... Mengenal Agama Wahyu di Sini !!