Visiuniversal---Warga berguru dan siswa sekalian, bagi anda yang sudah lulus dan siap berdikari dengan bekerja di banyak sekali bidang perjuangan dan jasa. Salah satu alternatif untuk mencapai sukses ialah dengan menjadi seorang wirausaha atau Entreprenurship. Apa itu Entreprenurship? Berikuti ini akan kita ulas sedikit sebagai materi pengetahuan dan pemahaman Warga berguru dan siswa sekalian sebelum terjun kedunia perjuangan dan menjadi seorang ENTREPRENEURSHIP ATAU KEWIRAUSAHAAN.
Beberapa pandangan para hebat berikut ini memperlihatkan citra pada kita perihal apa dan bagaimana kewirausahaan atau Entreprenurship itu;
James M. Higgins dalam bukunya The Management Challenge (1994), menguraikan: secara historis, kewirausahaan dianggap sebagai salah satu fungsi ekonomi. Di awal kurun ke-18, Richard Catillon mengobservasi bahwa seorang wirausaha ialah seseorang yang menanggung resiko pembelian dan penjualan. Ahli ekonomi Adam Smith dan Jean Baptiste Say mengatakan, bahwa seorang wirausaha ialah seorang yang menyatukan faktor-faktor produksi. Selanjutnya hebat ekonomi Austria, Joseph Schumpeter (1883 - 1950) menambahkan penemuan dan pemanfaatan peluang sebagai bab dari acara wirausaha.
Beberapa hebat teori administrasi mengatakan, bahwa kewirausahaan ialah kehebatan dalam pembentukan perusahaan gres yang di dalamnya mengandung pemanfaatan peluang dan penghasilan risiko serta melaksanakan perubahan.
Menurut William H. Sahlman, bisa saja seorang wirausaha tidak melaksanakan pembelian maupun penjualan, tidak pula menyatukan faktor-faktor produksi, ia bukan seorang inovator tetapi seorang peniru. Ia tidak mempunya bisnis sendiri tetapi menata bisnis orang lain yang didalamnya mengandung upaya pemanfaatan peluan dan pengambilan risiko.
Jose Carlos Jarillo-Mossi mendefinisikan, kewirausaan sebagai "seseorang yang mencicipi adanya peluang, mengejar peluang-peluang yang sesuai dengan situasi dirinya; dan yang percaya bahwa kesuksesan merupakan suatu hal yang bisa dicapai".
James M. Higgins menyampaikan pula, hal utama yang membedakan para wirausaha dengan para manajer lainnya terletak pada pendekatan mereka terhadap pemecahan masalah. Para wirausaha bukan hanya memecahkan problem atau bereaksi terhadap masalah; melainkan juga mencari peluang. Wirausaha ialah para pengambil risiko. Pandangan mengenai kewirausahaan menyerupai itu dikemukakan oleh Peter Drucker di tahun 1964, yang mengindikasikan, "agar sumber daya membawa hasil, maka sumber daya tersebut harus dialokasikan dalam lingkup pemanfaatan peluang, bukan dialokasikan kepada problem lain yang tidak ada kaitannya dengan pengembangan sumber daya manusia. Pemanfaatan peluang merupakan suatu definisi yang sempurna dari kewirausahaan." Di tahun 1974, Drucker mengatakan, "Seorang wirausaha harus mengalokasikan sumber daya dari bidang-bidang yang memperlihatkan hasil rendah atau menurun ke bidang-bidang yang memperlihatkan hasil tinggi atau meningkat."
Wirausaha juga harus mulai dan menata perubahan. Mereka membuat perubahan dalam segala aspek dari fungsi-fungsi organisasi pemasaran, keuangan operasional, sumber daya manusia, dan informasi. Menurut Drucker "Para wirausaha selalu mencari perubahan, menanggapi masaaah tersebut dan memakai banyak sekali peluang."
Beberapa penulis perihal kewirausahaan telah berusaha mengidentifikasi ciri-ciri para wirausaha. Di antaranya paling sering diungkapkan ialah adanya kebutuhan untuk mencapai sesuatu (achievement), adanya kebutuhan akan kontrol, orientasi intuitif dan kecendrungan untuk mengambil risiko. Salah satu alasan utama mengapa menjadi seorang wirausaha ialah untuk memacu otonomi yang berkelanjutan.
Konsultan administrasi dan dosen Fakultas ekonomi Universitas Indonesia, Heru Sutojo dalam suatu diskusi perihal "kewirausahaan dalam koperasi" mengatakan, bahwa semangat entrepreneur yang selalu memacu kreativitas bisa merupakan natural talent, talenta alamiah yang diturunkan atau diwariskan tetapi bisa juga dibentuk, dipelajari atau dipengaruhi oleh lingkungan.
Namun demikian, apakah talenta tersebut diturunkan atau dipelajari, Entreprenurship selalu mempunyai ciri yang bisa menahan dan menyebarkan diri secara sempurna guna.
H. Leibenstein mendefinisikan entrepreneur sebagai seorang atau kelompok individu yang mempunyai karakter:
- bisa menggandengka peluang-peluang menjadi pasar;
- bisa memperbaiki kelemahan pasar
- bisa menjadi seorang input compelementer;
- sanggup membuat atau memperluas time bending dan input transforming entities.
Menurut Gary Hamel dan Aime Heene dalam bukunya Competence Based Competition, 1994, ada banyak cara untuk mengkategorikan core competencies. Tetapi pada hakekatnya core competencies sanggup dikategorikan kedalam tiga golong besar yaitu: market-access competencies (pengelolaan pengembangan merek, penjualan dan pemasaran, distribusi dan logistik, proteksi teknis, dan keahlian-keahlian lainnya yang membantu perusahaan menjalin relasi yang dekat dengan pelanggannya); integrity-related competencies (seperti problem kualitas, administrasi waktu, administrasi persediaan just-in-time, dan sebagainya yang memungkinkan perusahaan untuk beroperasi secara lebih cepat, fleksibel, atau sanggup dipercaya dibandingkan dengan para pesaingnya); dna functionality-related competencies (keahlian-keahlian yang memungkinkan perusahaan menghasilkan barang atau jasa dengan fungsi-fungsi unik, yang mempunyai nilai lebih yang terperinci dimata konsumen).
Seorang wirausaha yang akan berhasil di masa mendatang ialah mereka yang memperhatikan kekuatan-kekuatan pada dasarnya (core competencies) dam memacu persaingan berpijak pada kemampuan (competing on capabilities). Juga memperhatikan apa yang dikatakan dengan expenditionary marketing, yang mana memacu kreativitas di dalam pemasaran untuk meraih competitive space atau ruangan untuk bersaing.
Seorang wirausaha yang akan berhasil di masa mendatang ialah mereka yang memperhatikan kekuatan-kekuatan pada dasarnya (core competencies) dam memacu persaingan berpijak pada kemampuan (competing on capabilities). Juga memperhatikan apa yang dikatakan dengan expenditionary marketing, yang mana memacu kreativitas di dalam pemasaran untuk meraih competitive space atau ruangan untuk bersaing.
Istilah kewirausahaan yang masuk dalam kamus bisnis pada tahun 1980-an mempunyai definisi yang berbeda-beda. Ada dua pendekatan yang dipakai di dalam mendefinisikan kewirausahaan, yaitu pendekatan fungsional dan pendekatan kewirausahaan sisi penawaran (sumber psikologis dan sosiologis).
Howard H. Stevenson, Presiden Harvard Business School, menyampaikan bahwa tak satupun dari kedua pendekatan di atas yang cukup menjelaskan teori kewirausahaan. Menurut Stevenson, kewirausahaan merupakan suatu contoh tingkah laris manajerial yang terpadu. Kewirausahaan ialah merupakan suatu contoh tingkah laris manajerial yang terpadu. Kewirausahaan ialah upaya pemanfaatan peluang-peluang yang tersedia tanpa mengabaikan sumber daya yang dimilikinya. Kewirausaan berbeda dengan suatu fungsi ekonomi. Kewirausahaan juga lebih dari sekedar kumpulan tingkah laris individu. Selanjutnya, Howard H. Stevenson, mengatakan bahwa contoh tingkah laris manajerial yang terpadu tersebut bisi dilihat dalam enam praktek bisnis yaitu:
1. Orientasi strategis
2. Komitmen terhadap peluang yang ada
3. Komitmen terhadap sumber daya
4. Pengawasan sumber daya
5. Konsep manajemen
6. Kebijakan balas jasa.
Dari keenam ciri di atas, dihasilkan dua bentuk pelaku bisnis dengan corak yang berbeda, yaitu apa yang disebut:
- Promotor, yaitu orang yang percaya akan kemampuan yang dimilikinya untuk menangkap peluang yang ada tanpa menghiraukan sumber daya yang dimilikinya.
- Trustee, yaitu orang yang lebih menekankan penggunaan sumber daya yang telah dimilikinya secara efisien.
Kewirausahaan merupakan sebuah contoh dari tingkah laris manajerial yang terpadu yang terletak di antara promotor dan trustee. Pola tingkah laris lainnya yang terletak antara promotor dan trustee ialah tingkah laris administratif. Stevenson menjelaskan pula perbedaan antara tingkah laris kewirausahaan dan tingkah laris administratif. Menurut Stevenson, kita harus memahami faktor-faktor yang mendorong kita ke dalam contoh tingkah laris kewirausahaan serta faktor-faktor yang akan mendorong kita ke dalam contoh tingkah laris administratif. Diungkapkannya pula, bahwa tingkah laris kewirausahaan akan memampukan kita mencapai serta memelihara vitalitas perusahaan jangka panjang.
Demikian rangkuman dan ulasan tentang ENTREPRENEURSHIP ATAU KEWIRAUSAHAAN, semoga materi pembelajaran ini sanggup bermanfaat untuk para siswa dan warga berguru yang ingin memasuki dunia kerja dan dunia wirausaha yang sesungguhnya. Terimakasih.
Source:
Refensi:
Covey, Stephen R; The Seven Habits of Hinghly Effective People, Simon and Scuster, 1993.
Hamel, Gary and Aime Heene (editor); Competence Based Competition, New York, John Willey and Swons, 1994.
Hamelm Gari and C.K Pahalad; Strategic Intent, Harvard Business Review Paerback, Boston, Harvard University Press, 1991.
Henry, Jane and Daand David Walker; Managing Innovation, London, Sage Puclication Ltd, 1992.
Higgins, James M, The Management Challenge (scond edition), New York, Maxwell Macmillan, 1994.
Kao, Jhon J; Entrepreneurship, Creativity and Orgnization, Text, Cases and Reading, New Jersey, Pretice-hall Inc, 1989.
__________; The Entrepreneurship, (Harvard Business School), New Jersey, Pretice-hall Inc, 1991.
Sutojo, Heru; Mengembangkan Entrepreneurship dalam Koperasi, (makalah yang disampaikan pada Diskusi Panel yang diselenggarakan oleh majalah Warta Koperasi di Jakarta tanggal 20 Februari 1993).