Asal Usul Partai Demokrasi Indonesia ( PDI ) & Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDI-P)
Bahwasanya PDI Perjuangan yaitu partai politik yng sebetulnya merupakan partai yng secara eksklusif memiliki tali kesejarahan yang dengannya partai politik masa orde lama.
PDI Perjuangan sebetulnya kelanjutan dari Partai Demokrasi Indonesia yng berdiri pada tanggal 10 Januari 1973.
Partai Demokrasi Indonesia itu lahir dari hasil fusi 5 (lima) partai politik. Kelima partai politik yang telah di sebutkan yakni :
1. Partai Nasional Indonesia (PNI)PNI didirikan Bung Karno tanggal 4 Juli 1927 di Bandung.
Yang dengannya mengusung nilai-nilai dan semangat nasionalisme, PNI lantas berkembang pesat dalam waktu singkat.
Lantaran dianggap rawan oleh penguasa kolonial, tanggal 29 Desember 1929 seluruh kantor dan rumah pimpinan PNI digeledah.
Bung Karno, Maskun, Supriadinata dan gatot mangkupraja ditangkap.
Didasari keputusan yng ditetapkan Raad van Justitie tanggal 17 April 1931, orang-orang dipidana penjara.
Keputusan ini diartikan mencap PNI menjdai suatu organisasi yng terlarang.
Sesudah tanggal 3 November 1945 keluar Maklumat Pemerintah wacana pembentukan Partai Politik.
Yang dengannya landasan yang telah di sebutkan, tanggal 29 Januari 1946 di Kediri PNI dibuat oleh partai-partai yng tergabung dalam Serikat Rakyat Indonesia ataupun di kenal yang dengannya Serrindo pada waktu itu, PNI Pati, PNI Madiun, PNI Palembang, PNI Sulawesi, lantas Partai Republik Indonesia Madiun, Partai Kedaulatan Rakyat Yogya, dan ada beberapa lagi partai kecil lain-lainnya yng berada di Kediri.
Fusi ini terealisasi disaat ada Konggres Serrindo yng pertama di Kediri.
Dalam Kongres yang telah di sebutkan PNI dinyatakan memiliki tanda Sosio-Nasionalisne-Demokrasi yng yaitu asas dan tatacara usaha yng dicetuskan Bung Karno bagi atau bisa juga dikatakan untuk menghilang-kan kapitalisme, imperialisme dan kolonialisme.
Pengunaan asas ini diasosiasikan menjdai "kebangkitan kembali PNI 1927" yng pernah didirikan Bung Karno.
Ideologi partai ini mempergunakan apa yng dikembangkan oleh Bung Karno yakni Marhaenisme, sebuah istilah yng di bangun ataupun digunakan oleh dia disaat dia melaksanakan kunjungan ke satu dari sekian banyaknya kawasan di Jawa Barat dan bertemu yang dengannya seorang petani yng namanya Marhaen.
PNI yaitu partai pemenang pemilu nomor satu dalam pemilu tahun 1955 yang dengannya komposisi suara tidak lebih lebih 22,3%.
Basis sosial dari partai ini pertama-tama merupakan masyarakat abangan di Jawa.
Kekuatan mobilisasi terdapat atau terletak pada penguasaan atas birokrasi dan yng kedua merupakan para pamong praja, lurah dan para kepala desa.
Ini menjelaskan mengapa Golkar mengambil alih itu, PNI ambruk secara total.
Disaat pertolongan cukup merata menyebar di seluruh Indonesia, disaat di beberapa propinsi yng Amat dibatasi semisal di Aceh, Sumatra Barat, dimana pendukung PNI itu jumlahnya tidak lebih dari 0,7%.
Di kawasan Jawa di potongan sebelah utara Bandung PNI tak pernah memperoleh basis pertolongan yng kuat.
Itu yaitu kawasan Islam ataupun kawasan Masyumi.
Di Bandung kawasan selatan itu yaitu kantong utama.
Jawa Tengah merupakan kantong-kantong utama, dan kontestan yng paling serius itu tiba dari Partai Komunis Indonesia yng berada di beberapa kawasan segitiga semisal Jelanggur dan seterusnya.
Blitar potongan selatan dan sebagainya.
2. Partai Kristen Indonesia (Parkindo)
Parkindo merupakan partai yng didirikan karena ada maklumat pada waktu itu, ia gres berdiri tahun 1945 tepatnya pada tanggal 18 November 1945 yng diketuai Ds Probowinoto.
Parkindo yaitu penggabungan dari partai-partai Kristen lokal semisal PARKI (Partai Kristen Indonesia) di Sumut, PKN (Partai Kristen Nasional) di Jakarta dan PPM (Partai Politik Masehi) di Pematang Siantar.
3. Partai Katolik
Partai Nasrani lahir kembali pada tanggal 12 Desember 1945 yang dengannya nama PKRI (Partai Nasrani Republik Indonesia) yaitu kelanjutan dari ataupun sempalan dari Nasrani Jawi, yng dulunya bergabung yang dengannya partai Katolik. Sebetulnya partai ini pada tahun 1917-an itu telah ada. Partai ini berdiri pada tahun 1923 di Yogyakarta yng didirikan oleh umat Nasrani Jawa yng diketuai oleh F.S. Harijadi lantas diganti oleh I.J. Kasimo yang dengannya nama Pakepalan Politik Nasrani Djawi (PPKD). Pada Pemilu 1971 Partai Nasrani mencapai maupun meraih 606.740 suara (1,11%) mengakibatkan di DPR mendapat 3 kursi.
4. Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)
IPKI ataupun Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia merupakan partai yng didirikan lebih-lebih oleh tentara. IPKI semenjak lahirnya mencanangkan Pancasila, semangat proklamasi dan Undang-Undang Dasar 1945 menjdai cirnya. Tokoh dibalik pendirian IPKI merupakan AH. Nasution, Kol Gatot Subroto dan Kol Azis Saleh. Kelahirannya didasari oleh UU No. 7 tahun 1953 wacana Pemilu 1955. Dalam pemilu itu anggota ABRI aktif bisa dipilih melalui pemilu dan duduk di Konstituante.
IPKI didirikan pada tanggal 20 Mei 1954 tidak lebih lebih satu tahun sebelum pemilu tahun 1955 yng berlangsung bulan September. Waktu itu, Jenderal Besar Nasution yng berpangkat kolonel, terlibat pada kejadian yng Amat populer yakni kejadian 27 Oktober.
Peristiwa 27 Oktober ini merupakan sebuah kejadian dimana tentara melaksanakan upaya bagi atau bisa juga dikatakan untuk memaksakan Bung Karno membubarkan parlemen. Orang-orang tiba ke istana, gerombolan tentara yng Amat tidak sedikit yang dengannya tank, meriam diarahkan ke depan istana, dan meminta kepada Bung Karno bagi atau bisa juga dikatakan untuk membubarkan parlemen, karena DPR dianggap sudah mengintervensi duduk kasus internal tentara. Nasution dipanggil, usianya gres 33 tahun dan disuruh kembali bagi atau bisa juga dikatakan untuk mikirin tindakannya, di copot jabatannya, antara Oktober 1952 hingga nantinya dia dikembalikan pada jabatannya pada tahun 1955. Selama tiga tahunan itu Nasution berfikir Amat serius. Bung Karno tak bisa dilawan. Diantara tahun-tahun ini dia Nasution lantas mendirikan IPKI.
Dalam pertemuan Amat tertutup antara wakil IPKI yang dengannya Soeharto pada tahun 1971. Dua tokoh IPKI yng besar ataupun satu dari sekian banyaknya tokoh IPKI yng besar, mantan Bupati Madiun, Achmad Sukarmadidjaja almarhum, menyampaikan bekerjsama IPKI tak mungkin hidup di dalam gerombolan partai-partai yng punya ideologi aneh-aneh dan ingin bergabung yang dengannya golongan karya ataupun menjadi partai sendiri.
Kedekatan yang dengannya Golkar, menjelang Deklarasi PDI 1973 IPKI pernah berpikir bagi atau bisa juga dikatakan untuk bergabung ke Golkar. Tanggal 12 Maret 1970 Presiden Soeharto menawarkan jawaban atas undangan Achmad Sukarmadidjaja bekerjsama IPKI bisa bergabung ke Golkar yang dengannya syarat Perlu membubarkan diri lebih dahulu. IPKI cukup spesifik dan memiliki pertolongan yng konkrit pendapat dari pemilu 1955 kecuali tidak banyak di Jawa Barat, demikian pula yang dengannya Murba. Cuma memiliki pertolongan yng Amat tidak banyak di Jawa Barat tidak lebih lebih 290.000-an orang. Pada Pemilu 1971 IPKI cuma bisa atau bisa mendapat 388.403 (0,62 %) mengakibatkan tak mendapat satupun dingklik di DPR.
5. Murba
Murba didirikan pada tanggal 7 November 1948 setelah Tan Malaka keluar dari penjara. Murba merupakan adonan Partai Rakyat, Partai Rakyat Jelata dan Partai Indonesia Buruh Merdeka.
Pendapat dari data Kementrian Penerangan RI wacana "Kepartaian di Indonesia" seri Pepora No. 8, Jakarta, 1981, istilah Murba mengacu pada pengertian "golongan rakyat yang terbesar yang tidak memiliki apa-apa, kecuali otak dan tenaga sendiri". Asas partai ini antifasisme, anti imperialisme-kapitalisme yang dengannya tujuan karenanya mewujudkan masyarakat sosialisme.
Walau acara Murba membela rakyat kecil dan kaum tertindas, pertolongan riil rakyat terhadap Murba tidak lebih begitu kuat. Terbukti dalam Pemilu 1971 partai ini tak mendapat satu pun dingklik di DPR karena cuma bisa atau bisa mencapai maupun meraih 48.126 suara (0,09 %).
Proses fusi terealisasi sebetulnya cuma bagi atau bisa juga dikatakan untuk memberi jaminan kemenangan kekuatan Orde Baru. Pada kurun itu penguasa Orde Baru mengaktifkan Sekretariat Bersama (Sekber) Golongan Karya (Golkar) yng proses pembentukannya didukung oleh militer. Tap MPRS No.XXII/MPRS/1966 wacana Kepartaian, Keormasan, dan Kekaryaan disebutkan semoga Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Gotong royong (DPR-GR) segera menciptakan Undang-Undang bagi atau bisa juga dikatakan untuk mengatur kepartaian, keormasan dan kekaryaan yng menuju pada penyederhanaan.
Gagasan semoga agar bisa fusi bagi atau bisa juga dikatakan untuk pertama kali tahun 1970. Tepatnya 7 Januari tahun 1970. Soeharto memanggil 9 partai politik bagi atau bisa juga dikatakan untuk melaksanakan konsultasi kolektif yang dengannya para pimpinan 9 partai politik yang telah di sebutkan. Dalam pertemuan konsultasi yang telah di sebutkan, Soeharto melontarkan gagasan pengelompokan partai politik yang dengannya maksud bagi atau bisa juga dikatakan untuk menghasilkan sebuah masyarakat yng lebih tentram lebih damai bebas dari konflik semoga pembangunan ekonomi bisa di lakukan. Partai politik dikelompokan ke dalam dua kelompok, kelompok pertama disebut kelompok materiil spirituil yng menekankan pada aspek materiil dan kedua merupakan spirituil materiil yng menekankan pada aspek spiritual. Kelompok materiil spirituil menjadi Partai Demokrasi Indonesia dan kelompok spirituil materiil itu lantas menjadi Partai Persatuan pembangunan.
Sesudah diskusi-diskusi semisal itu tokoh-tokoh partai coba mulai bertemu dan mulai mendiskusikan gagasan ini. Pertemuan lantas berlanjut pada tanggal 27 Februari 1970 Soeharto berusaha mendatangkan lima partai politik yng dikategorikan kelompok pertama yakni PNI (Partai Nasiona Indonesia), Parkindo (Partai Kristen Indonesia), Partai Katolik, IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) dan Murba. Ide pengelompokan yng dilontarkan Soeharto menjadi perhatian masyarakat umum dan ditengah-tengah proses pengelompokan yang telah di sebutkan berkembang rumor yng Amat berpengaruh informasi pembubaran partai-partai politik andai tak dicapai akad bagi atau bisa juga dikatakan untuk mengadakan pengelompokan hingga batas waktu 11 Maret 1971. Lantaran partai Amat lamban, mulai muncul gerakan di sejumlah kawasan yng paling populer merupakan di Jawa Barat. Panglima kawasan di Jawa Barat pada waktu merupakan Jenderal Darsono melaksanakan buldoser secara besar-besar ke partai di Jawa Barat. Muncul gagasan wacana dwi partai. Partai yng cuma dua di Indonesia. Dan korban paling utama pada waktu itu merupakan Partai Nasional Indonesia.
Pada tanggal 7 Maret 1970 bertempat di ruang kerja Wakil Ketua MPRS, M Siregar di Jalan Teuku Umar No. 5 Jakarta, lima tokoh Partai yng hadir yakni Hardi dan Gde Djakse (PNI), Achmad Sukarmadidjaja (IPKI), Maruto Nitimihardjo dan Sukarni (Murba), VB Da Costa, Lo Ginting dan Harry Tjan (Partai Katolik) dan M Siregar dan Sabam Sirait (Parkindo), mengadakan pertemuan dan pembicaraan mengenai pengelompokan partai. Dalam pertemuan yang telah di sebutkan, muncul kekhawatiran terjadinya polarisasi antara kelompok Islam dan non-Islam, oleh karenanya muncul gagasan menjdai pengganti bagi atau bisa juga dikatakan untuk mengelompokan partai menjadi lima ataupun empat kelompok yng terdiri dari dua kelompok muslim, satu nasionalis, satu kristen dan satu kelompok karya. Akan tetapi pemerintah Orde Baru kurun itu tetap menginginkan pengelompokan sesuai yng diajukan sebelumnya sampai-sampai karenanya gagasan yng diusulkan oleh tokoh-tokoh yang telah di sebutkan tak pernah terwujud.
Pada tanggal 9 Maret 1970 pertemuan pimpinan lima partai yang telah di sebutkan berlanjut ditempat yng percis yang dengannya rencana pokok yakni penyelesaian deklarasi ataupun pernyataan bersama dan pokok-pokok pikiran selanjutnya. Dalam pertemuan ini sukses membentuk tim perumus yng terdiri dari Mh. Isnaeni, M Supangat, Murbantoko, Lo Ginting dan Sabam Sirait. Tim perumus menghasilkan "Pernyataan Bersama" yng ditanda tangani oleh ketua partai masing-masing, yaitu Hardi (PNI), M Siregar (Parkindo), VB Da Costa (Partai Katolik), achmad sukarmadidjaja (IPKI) dan Sukarni (Murba).
Pada tanggal 12 Maret 1970 kembali di lakukan pertemuan yang dengannya Presiden Soeharto yng didampingi oleh Brigjen Sudjono Humardani dan Brigjen Sudharmono. Dari pihak partai politik hadir Hardi dan Gde Djakse (PNI), Achmad Sukarmadidjaja dan M Supangat (IPKI), Maruto Nitimihardjo (Murba), VB Da Costa dan Lo Ginting (Partai Katolik) dan M Siregar dan Sabam Sirait (Parkindo).
Pada tanggal 24 Maret 1970 para pemimpin parpol yang telah di sebutkan kembali melaksanakan pertemuan di ruang kerja Wakil Ketua MPRS, M Siregar. Maksud pertemuan yang telah di sebutkan merupakan bagi atau bisa juga dikatakan untuk memperjelas keberadaan kelompok yng sudah dibentuk, baik nama, sifat, pengorganisasian dan program. Hasil pertemuan yang telah di sebutkan karenanya disepakati nama "Kelompok Demokrasi Pembangunan" dan dikukuhkan melalui SK No. 42/KD/1972, tanggal 24 Oktober 1972. Walaupun sebelumnya tidak sedikit muncul usulan-usulan nama yng diajukan oleh masing-masing partai, antara lain oleh Lo Ginting (Partai Katolik) yng mengusulkan nama "Kelompok Demokrasi Kesejahteraan" ataupun "Kelompok Kesejahteraan Kerakyatan". Maruto Nitimihardjo (Murba) mengusulkan nama "Kelompok Gotong-Royong", karena kata "gotong royong" dianggap yaitu perasaan pancasila dan bisa menghindari polarisasi. Usep Ranawidjaja (PNI) keberatan karena bisa ditafsirkan dan dikaitkan yang dengannya Orde Lama. M Supangat (IPKI) mengusulkan dibuat "Badan Kerjasama" menjdai sifat pengelompokan yng dinamakan "Kelompok Pembangunan". Sabam Sirait (Parkindo) mengusulkan nama "Kelompok Demokrasi dan Pembangunan" ataupun "Kelompok Sosial Demokrat".
Sesudah melalui proses yng panjang karenanya pada tanggal 10 Januari 1973 tepat jam 24.00 dalam pertemuan Majelis Permusyawaratan Kelompok Pusat (MPKP) yng mengadakan pembicaraan semenjak jam 20.30 di Kantor Sekretariat PNI di Jalan Salemba Raya 73 Jakarta, Kelompok Demokrasi dan Pembangunan melaksanakan fusi 5 Partai Politik menjadi satu wadah Partai yng berjulukan Partai Demokrasi Indonesia walaupun pada awal fusi sebetulnya muncul 3 (tiga) mungkin nama bagi atau bisa juga dikatakan untuk fusi menjadi :
1. Partai Demokrasi Pancasila
2. Partai Demokrasi Pembangunan
3. Partai Demokrasi Indonesia
Deklarasi ditandatangani oleh wakil kelima partai yakni MH. Isnaeni dan Abdul Madjid mewakili Partai Nasional Indonesia, A. Wenas dan Sabam Sirait Mewakili Partai Kristen Indonesia, Beng Mang Rey Say dan FX. Wignyosumarsono mewakili Partai Katolik, S. Murbantoko R. J. Pakan mewakili Partai Murba dan Achmad Sukarmadidjaja dan Drs. Mh. Sadri mewakili Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI). Yang dengannya dideklarasikannya fusi kelima partai yang telah di sebutkan, maka lahirlah Partai Demokrasi Indonesia.
Sesudah deklarasi fusi yang telah di sebutkan, selanjutnya bagi atau bisa juga dikatakan untuk memenuhi poin 3 Deklarasi fusi, dibuat tim penyusun Piagam Perjuangan, AD/ART, struktur organisasi dan mekanisme yng diharapkan melaksanakan fusi yang telah di sebutkan. Tim yng dikenal menjdai Tim 10 itu semula diketuai Sunawar Sukowati (PNI) namun lantas diganti Sudjarwo (PNI) karena penugasan Sunawar menjdai duta besar.
Pada tanggal 13 Januari 1973 Majelis Pimpinan Partai (MPP) terbentuk, Sabtu 14 Januari 1973 jam 01.20 pagi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) sukses menyusun struktur dan personalia Dewan Pimpinan Pusat hingga terselenggaranya Kongres Nasional. Susunan kepengurusan DPP PDI menjdai berikut :
I. MAJELIS PIMPINAN PUSAT (beranggotakan 25 orang) :
II. DEWAN PIMPINAN PUSAT (beranggotakan 11 orang)
DPP PDI bersama Tim 10 pada tanggal 8-10 Juni 1973 di Cibogo Bogor sukses menuntaskan AD/ART PDI dan sudah disahkan dalam rapat DPP PDI tanggal 26 Juli 1973 dan dikukuhkan dalam rapat MPP PDI di kediaman hasyim Ning pada tanggal 4 Agustus 1973. Sementara Piagam dan Program Perjuangan Partai dikukuhkan dalam rapat MPP PDI tanggal 19-20 September 1973.
Bagi atau bisa juga dikatakan untuk memenuhi poin 4 Deklarasi Fusi, kelima partai yaitu PNI, Parkindo, Partai Katolik, IPKI, Murba mengadakan lembaga internal masing-masing partai. PNI menyelenggarakan Munas tanggal 27-28 Januari 1973 di Jakarta yng memutuskan bekerjsama duduk kasus fusi yang dengannya partai-partai lain tak dipersoalkan dan menyetujui kebijakan DPP PNI dalam menghadapi fusi. Parkindo mengadakan Sidang Dewan Partai VII yng diperluas pada tanggal 8-10 Juli 1973 di Sukabumi hasil nya menyetujui kebijakan DPP Parkindo berfusi dalam PDI. Partai Nasrani melaksanakan Sidang Dewan Partai yng diperluas pada tanggal 25-27 Februari 1973 di Jakarta dan hasil nya menyetujui kebijakan DPP bagi atau bisa juga dikatakan untuk berfusi. IPKI melaksanakan Musyawarah Dewan Paripurna Nasional IV di Tugu-Bogor pada tanggal 25-27 mei 1973 dan Murba melaksanakan Sidang Dewan Partai pada tanggal 1-3 Agustus 1973 yng masing-masing menyetujui kebijakan DPP nya bagi atau bisa juga dikatakan untuk berfusi.
Terbentuknya DPP diiringi terbentuknya kepengurusan Cabang (kepengurusan tingkat kabupaten) sebanyk 154 Cabang. Tahun 1974 kepengurusan Cabang bertambah 77 Cabang, tahun 1975 bertambah 20 Cabang, tahun 1976 bertambah 6 Cabang.
Musyawarah nasional merupakan bentuk pertemuan besar PDI yng pertama pasca fusi. Sesudah mendapat restu Presiden Soeharto tanggal 18 Juni 1973 dan Wapres Sri Sultan Hamengku Buwono IX tanggal 19 Juni 1973, DPP PDI melaksanakan Musyawarah Nasional (Munas). Dalam praktik, Munas I ini mengambil nama "Konpernas" (Konsultasi dan Penataran Nasional) di Jakarta tanggal 20-24 september 1973. Konpernas dihadiri utusan Dewan Pimpinan Daerah (DPD), MPP, Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu), Anggota Fraksi PDI di DPR, dan tokoh-tokoh Pemerintah semisal mayjen Ali Murtopo, Mayjen Subiyono (Wakil Dephankam), JB sumarlin (Wakil Bappenas), Mayjen Sunandar (Wakil Mendagri), Sulaiman (Wakil Menlu) dan Prof Sunario (Wakil Dewan Harian Angkatan 1945).
Kongres I PDI berlangsung dari tanggal 12 - 13 April 1976. Pelaksanaan Kongres I ini pernah sempet tertunda-tunda jawaban adanya konflik internal. Di dalam Kongres I ini intervensi pemerintah Amat kuat, pemerintah memplot Sanusi Hardjadinata semoga terpilih. Dan hasil nya Sanusi Hardjadinata terpilih secara aklamasi menjdai Ketua Umum DPP PDI. Susunan DPP hasil Kongres I yng susunan personalianya telah disempurnakan atas akad antara Mh Isnaeni dan Sunawar.
Kepengurusan yang telah di sebutkan karena adanya konflik diantara pengurus DPP, maka pada tanggal 16 Januari 1978, susunan DPP PDI hasil penyelesaian politik bersama Bakin.
Kongres II dilaksanakan pada tahun 1981 di Jakarta, walaupun ada penolakan dari "Kelompok Empat" (Usep, Abdul Madjid, Walandauw dan Zakaria Ra'ib) yng mengajukan keberatan atas penyelenggaraan Kongres II kepada pemerintah. Akan tetapi Kongres II PDI tetap berlangsung pada tanggal 13-17 Januari 1981 mengambil tema : "Dengan Menggalang Persatuan dan Kesatuan Dalam Rangka Memantapkan Fusi, Meningkatkan Peranan dan Partisipasi PDI Untuk Mensukseskan Pembangunan".
Di dalam Kongres II ini campur tangan pemerintah makin kuat. Walaupun ada keberatan terhadap pelaksanaan Kongres yang telah di sebutkan, Kongres II PDI tetap berjalan. Pemerintah tetap mengizinkan penyelenggaraan Kongres yang telah di sebutkan dan Presiden Soeharto yng membuka acara Kongres II PDI.
Di dalam Kongres II PDI menghasilkan kesepakatan-kesepakatan diantara partai-partai pendukung PDI yng berkonflik. Kongres II PDI karenanya menyepakati bekerjsama fusi sudah tuntas.
Pasca Kongres II PDI konflik internal masih terealisasi yakni perselisihan antara Hardjanto yang dengannya Sunawar. Kelompok hardjanto mendesak diselenggarakannya Kongres Luar Biasa sedangkan Kubu Sunawar cuma menghendaki Munas. Kubu Sunawar menginginkan Kongres III PDI diselenggarakan setelah pemilu 1987, sementara kubu Hardjanto menginginkan sebelum Pemilu. Akhirnya Kongres III PDI diselenggarakan sebelum Pemilu yakni pada tanggal 15-18 April 1986 di Wisma haji Pondok Gede, Jakarta. Kongres III bisa diselenggarakan karena Sunawar Soekawati meninggal dunia. Di dalam Kongres ini semaki menegaskan kuatnya ketergantungan PDI pada Pemerintah. Kongres III PDI gagal dan menyerahkan penyusunan pengurus kepada Pemerintah. Pada waktu itu yng berperan merupakan Mendagri Soepardjo Rustam, Pangab Jenderal Benny Moerdani dan Menteri Muda Sekretaris Kabinet Moerdiono.
Konflik internal terus berlanjut hingga yang dengannya dilaksanakannya Kongres IV PDI di Medan. Kongres IV PDI diselenggarakan tanggal 21-25 Juli 1993 di Aula Hotel Tiara, Medan, Sumatera Utara yang dengannya akseptor sekitar 800 orang. Dalam Kongres yang telah di sebutkan muncul beberapa nama calon Ketua Umum yng akan bersaing yang dengannya Soerjadi, yaitu Aberson Marle Sihaloho, Budi Hardjono, Soetardjo Soerjogoeritno dan Tarto Sudiro, lantas muncul nama Ismunandar yng yaitu Wakil Ketua DPD DKI Jakarta.
Budi Hardjono kurun itu disebut-sebut menjdai kandidat berpengaruh yng didukung Pemerintah. Tarto Sudiro maju menjdai calon Ketua Umum didukung penuh oleh Megawati Soekarnoputri. Era itu posisi Megawati belum bisa tampil mengingat situasi dan kondisi politik masih belum memungkinkan.
Kongres IV PDI di Medan dibuka oleh Presiden Soeharto dan acara yang telah di sebutkan berjalan lancar. Akan tetapi beberapa jam lantas acara Kongres menjadi ricuh karena tiba para demonstran yng dipimpin oleh Jacob Nuwa Wea berupaya menerobos masuk ke arena sidang Kongres akan tetapi dihadang satuan Brimob. Acara tetap berlangsung hingga terpilihnya kembali Soerjadi secara aklamasi menjdai Ketua Umum, akan tetapi belum hingga penyusunan kepengurusan suasana Kongres kembali ricuh karena agresi demonstrasi yng dipimpin oleh Jacob Nuwa Wea sukses menerobos masuk ke arena Kongres. Kondisi demikian menciptakan pemerintah mengambil alih melalui mendagri Yogie S Memed mengusulkan membentuk caretaker. Dalam rapat formatur yng dipimpin Latief Pudjosakti Ketua DPD PDI jatim pada tanggal 25-27 Agustus 1993 karenanya diputuskan susunan resmi caretaker DPP PDI .
Sesudah gagalnya Kongres IV PDI yng berlangsung di Medan, muncul nama Megawati Soekarnoputri yng diusung oleh warga PDI bagi atau bisa juga dikatakan untuk tampil menjadi Ketua Umum. Megawati Soekarnoputri dianggap bisa atau bisa menjadi tokoh pemersatu PDI. Dukungan yang telah di sebutkan muncul dari DPC berbagai kawasan yng tiba kekediamannya pada tanggal 11 September 1993 sebanyk lebih dari 100 orang yng berasal dari 70 DPC. Orang-orang meminta Megawati tampil menjadi kandidat Ketua Umum DPP PDI melalui Kongres Luar Biasa (KLB) yng digelar pada tanggal 2-6 Desember 1993 di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya.
Dukungan terhadap Megawati makin berpengaruh dan makin melejit dalam bursa calon Ketua Umum DPP PDI. Muncul kekhawatiran Pemerintah yang dengannya kejadian yang telah di sebutkan. Pemerintah tak ingin Megawati tampil dan bagi atau bisa juga dikatakan untuk menghadang laju Megawati ke dalam bursa pencalonan Ketua Umum, dalam acara Rapimda PDI Sumatera Utara tanggal 19 Oktober 1993 yng diadakan dalam rangka persiapan KLB muncul larangan mendukung pencalonan Megawati.
Kendati penghadangan oleh Pemerintah terhadap Megawati bagi atau bisa juga dikatakan untuk tak maju menjdai kandidat Ketua Umum Amat kuat, impian sebagian besar akseptor KLB bagi atau bisa juga dikatakan untuk mengakibatkan Megawati menjdai Ketua Umum DPP PDI tak bisa dihalangi sampai-sampai karenanya Megawati dinyatakan menjdai Ketua Umum DPP PDI periode 1993-1998 secara de facto.
Bagi atau bisa juga dikatakan untuk menuntaskan konflik PDI, beberapa hari setelah KLB, Mendagri bertemu Megawati, DPD-DPD dan pula caretaker bagi atau bisa juga dikatakan untuk menyelenggarakan Munas dalam rangka membentuk formatur dan menyusun kepengurusan DPP PDI. Akhirnya Musyawarah Nasional (Munas) dilaksanakan tanggal 22-23 Desember 1993 di Jakarta dan secara de jure Megawati Soekarnoputri dikukuhkan menjdai Ketua Umum DPP PDI. Dalam Munas ini diperoleh kepengurusan DPP PDI periode 1993-1998.
Berakhirnya Munas sebenarnya tak mengakhiri konflik internal PDI. Kelompok Yusuf Merukh membentuk DPP PDI Reshuffle meski tak diakui oleh Pemerintah akan tetapi kegiatannya tak pernah dilarang. Disamping itu kelompok Soerjadi Amat gencar melaksanakan penggalangan ke daerah-daerah yang dengannya tujuan bagi atau bisa juga dikatakan untuk memperoleh pertolongan menggelar Kongres. Dari 28 pengurus DPP PDI, 16 orang anggota DPP PDI sukses dirangkulnya bagi atau bisa juga dikatakan untuk menggelar Kongres.
Ketua Umum DPP PDI, Megawati Soekarnoputri menolak tegas diselenggarakannya "Kongres", lantas pada tanggal 5 Juni 1996, empat orang deklaratir fusi PDI yaitu Mh Isnaeni, Sabam Sirait, Abdul Madjid dan Beng Mang Reng Say mengadakan jumpa pres menolak Kongres.
Kelompok Fatimah Achmad yng didukung oleh Pemerintah tetap menyelenggarakan Kongres pada tanggal 2-23 Juni 1996 di Asrama Haji Medan yang dengannya didukung penjagaan yng Amat ketat dari pegawanegeri keamanan lengkap yang dengannya panser. Pagar Asrama Haji tempat kegiatan berlangsung ditinggikan yang dengannya kawat berduri setinggi dua meter. Disamping itu di persimpangan jalan di lakukan investigasi Kartu Ciri Penduduk terhadap orang-orang yng melintas.
Warga PDI yng tetap setia mendukung Megawati demonstrasi secara besar-besaran pada tanggal 20 Juni 1996 memprotes Kongres rekayasa yng diselenggarakan oleh kelompok Fatimah Achmad, demontrsi itu berakhir bentrok yang dengannya pegawanegeri dan kurun ini dikenal yang dengannya "Peristiwa Gambir Berdarah".
Walaupun masa pendukung Megawati yng menolak keras Kongres Medan, akan tetapi Pemerintah tetap mengakui hasil Kongres yang telah di sebutkan. Pemerintah mengakui secara formal keberadaan DPP PDI hasil Kongres Medan dan menyatakan PDI hasil Kongres Medan menjdai akseptor Pemilu tahun 1997. Tanggal 25 Juli 1996 Presiden Soeharto mendapat 11 pengurus DPP PDI hasil Kongres Medan yng dipimpin oleh Soerjadi selaku Ketua Umum dan Buttu Hutapea selaku Sekretaris Jenderal. Hal ini makin menciptakan posisi Megawati dan para pengikutnya makin terpojok.
Masa pendukung Megawati mengadakan "Mimbar Demokrasi" dihalaman Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro sampai-sampai pada tanggal 27 Juli 1996, kantor DPP PDI diserbu oleh ratusan orang berkaos merah yng bermaksud mengambil alih kantor DPP PDI. Peristiwa ini lantas dikenal yang dengannya Peristiwa "Sabtu Kelabu 27 Juli" yng tidak sedikit menelan korban jiwa.
Pasca kejadian 27 Juli, Megawati beserta jajaran pengurusnya masih tetap eksis meskipun yang dengannya beralih-pindah kantor dan kegiatan yng di lakukan dibawah pantauan Pemerintah. Pada Pemilu 1997 Megawati melalui Pesan Hariannya menyatakan bekerjsama PDI dibawah pimpinannya tak ikut kampanye atas nama PDI. Pemilu 1997 diikuti oleh PDI dibawah kepemimpinan Soerjadi dan hasil Pemilu memperlihatkan kuatnya pertolongan warga PDI kepada Megawati karena hasil Pemilu PDI merosot tajam dan cuma sukses mencapai maupun meraih 11 dingklik DPR.
Tahun 1998 membawa angin segar bagi PDI dibawah kepemimpinan Megawati.Di tengah besarnya impian masyarakat bagi atau bisa juga dikatakan untuk melaksanakan reformasi politik, PDI dibawah kepemimpinan Megawati kian berkibar. Pasca Lengsernya Soeharto, pertolongan terhadap PDI dibawah kepemimpinan Megawati makin kuat, sorotan kepada PDI bukan cuma dari dalam negeri akan tetapi pula dari luar negeri.
Pada tanggal 8-10 Oktober 1998, PDI dibawah kepemimpinan Megawati menyelenggarakan Kongres V PDI yng berlangsung di Denpasar Bali. Kongres ini berlangsung secara demokratis dan dihadiri oleh para duta besar negara sahabat. Kongres ini disebut yang dengannya "Kongres Rakyat". Lantaran selama kegiatan Kongres berlangsung dari mulai acara pembukaan yng diselenggarakan di lapangan Kapten Japa, Denpasar hingga acara penutupan Kongres, jalan-jalan selalu ramai dipadati warga masyarakat yng antusias mengikuti jalannya Kongres yang telah di sebutkan.
Di dalam Kongres V PDI, Megawati Soekarnoputri terpilih kembali menjadi Ketua Umum DPP PDI periode 1998-2003 secara aklamasi.
Didalam Kongres yang telah di sebutkan, Megawati diberi kewenangan khusus bagi atau bisa juga dikatakan untuk mengambil langkah-langkah organisatoris dalam rangka keberadaan partai, NKRI dan Undang-Undang Dasar 1945, kewenangan yang telah di sebutkan dimasukan di dalam AD-ART PDI. Walaupun pemerintahan telah berubah, akan tetapi yng diakui oleh Pemerintah merupakan masih tetap PDI dibawah kepemimpinan Soerjadi dan Buttu Hutapea. Oleh karenanya semoga bisa mengikuti Pemilu tahun 1999, Megawati merubah nama PDI menjadi PDI Perjuangan pada tanggal 1 Februari 1999 yng disahkan oleh Notaris Rakhmat Syamsul Rizal, lantas dideklarasikan pada tanggal 14 Februari 1999 di Istoran Senayan Jakarta.
Pemilu tahun 1999 membawa berkah bagi PDI Perjuangan, pertolongan yng begitu besarnya dari masyarakat mengakibatkan PDI Perjuangan menjdai pemenang Pemilu dan sukses menempatkan wakilnya di DPR sebanyk 153 orang. Dalam perjalananya lantas, Megawati terpilih menjdai Wapres mendampingi KH Abdurahman Wahid yng terpilih didalam Sidang Paripurna MPR menjdai Presiden Republik Indonesia Ke - 4.
Bagi atau bisa juga dikatakan untuk pertama kalinya setelah berubah nama dari PDI menjadi PDI Perjuangan, pengurus DPP PDI Perjuangan memutuskan melaksanakan Kongres I PDI Perjuangan walaupun masa bakti kepengurusan DPP sebelumnya gres selesai tahun 2003. Satu dari sekian banyaknya alasan diselenggarakannya Kongres ini merupakan bagi atau bisa juga dikatakan untuk memantapkan konsolidasi organisasi Pasca terpilihnya Megawati menjdai Wapres RI.
Kongres I PDI Perjuangan diselenggarakan pada tanggal 27 Maret - 1 April 2000 di Hotel Patra Jasa Semarang-Jawa Tengah. Menjelang Kongres I PDI Perjuangan, telah muncul calon-calon kandidat Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, nama yng muncul antara lain Dimyati Hartono yng kurun itu masih menjabat menjdai Ketua DPP PDI Perjuangan, lantas muncul juga nama Eros Jarot yng pernah sempet menggalang DPC-DPC bagi atau bisa juga dikatakan untuk mendukungnya. Di dalam pemandangan umum Cabang-Cabang, dari 243 DPC, cuma 2 DPC yng mengusulkan nama lain yakni DPC Kota Jayapura dalam pemandangan biasanya mengusulkan 3 orang calon Ketua Umum yakni Megawati, Dimyati Hartono dan Eros Jarot, lantas DPC Kota Banjarmasin mengusulkan Eros Jarot menjdai KetuanUmum DPP PDI Perjuangan.
Kongres I PDI Perjuangan karenanya memutuskan Megawati Soekarnoputri menjdai Ketua Umum DPP PDI Perjuangan periode 2000-2005 secara aklamasi tanpa pemilihan karena 241 dari 243 DPC mengusulkan nama Megawati menjdai Ketua Umum DPP PDI Perjuangan.
Sesudah Kongres I PDI Perjuangan tahun 2000, pada tahun 2001 Megawati diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia Ke - 5 menggantikan KH Abdurahman Wahid yng diturunkan dalam Sidang spesial MPR-RI. Diangkatnya Megawati Soekarnoputri menjdai Presiden RI ke - 5 membawa perubahan pada perilaku politik PDI Perjuangan dan cap menjdai partai penguasa menempel di PDI Perjuangan.
Walau menjdai partai penguasa, PDI Perjuangan sebenarnya tak bisa atau bisa mencapai maupun meraih kemenangan di dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden tahun 2004. PDI Perjuangan cuma bisa atau bisa mendapat suara diurutan kedua yang dengannya 109 dingklik di DPR.
Kongres II PDI Perjuangan diselenggarakan pada tanggal 28 - 31 Maret 2005 di Hotel Grand Bali Beach, Denpasar Bali, tempat dimana Kongres V PDI diselenggarakan pada tahun 1998. Kongres ini selesai 2 hari lebih cepat dari yng dijadwalkan yakni 28 Maret - 2 April 2005.
Menjelang Kongres II PDI Perjuangan diselenggarakan, telah tidak sedikit muncul nama-nama yng akan maju menjdai calon kandidat Ketua Umum DPP PDI Perjuangan antara lain Guruh Soekarnoputra yng digagas oleh Imam Mundjiat Ketua DPD PDI Perjuangan Kalimantan Timur, Laksamana Sukardi, Roy BB Janis, Arifin Panigoro dan Sophan Sophiaan.
Masing-masing calon yang telah di sebutkan ulet melaksanakan penggalangan kekuatan di daerah. Disamping itu kelima calon yang telah di sebutkan beberapa kali mengadakan pertemuan-pertemuan di beberapa hotel di Jakarta di antaranya pertemuan di Sahid Jaya Hotel. Di lantas hari kelima calon ini bergabung menjadi satu dalam satu wadah yng dinamakan "Kelompok Gerakan Pembaruan PDI Perjuangan" yng mengusung satu nama calon Ketua Umum DPP PDI Perjuangan yakni Guruh Sukarno Putra.
Di dalam sidang paripurna pertama, sidang pernah sempet ricuh kurun pemaparan tata tertib yng diikuti beberapa akseptor walk out dari arena sidang. Akan tetapi sidang paripurna tetap berlangsung setelah Ir. Sutjipto selaku pimpinan sidang mengajukan penawaran kepada akseptor yng menolak Pasal 7 tata tertib bagi atau bisa juga dikatakan untuk berdiri dan yng menyetujui tetap duduk, sebenarnya dari 1822 akseptor cuma beberapa orang yng berdiri dan sidang dilanjutkan kembali.
Kongres II PDI Perjuangan karenanya berakhir pada tanggal 31 Maret 2005 setelah Megawati dikukuhkan menjdai Ketua Umum terpilih karena seluruh akseptor dalam pemandangan biasanya mengusulkan Megawati menjadi Ketua Umum DPP PDI Perjuangan periode 2005-2010. Susunan pengurus DPP PDI Perjuangan hasil Kongres II PDI Perjuangan menjdai berikut :
Ketua Umum : Megawati Soekarnoputri
Sekretaris Jendral : Ir. Pramono Anung W.
Wakil Sekjen Bidang Internal : Mangara M. Siahaan
Wakil Sekjen Bidang Eksternal : Agnita Singedekane Irsal
Wakil Sekjen Bidang Fungsi Pemerintahan : Sutradara Gintings
Bendahara : Philip Widjaja
Wakil Bendahara Bidang Dana : Daniel Budi Setiawan
Wakil Bendahara Bidang Inventarisasi Kekayaan : NGA. Sukma Dewi Djakse
Bidang Internal
Ketua Bidang Politik dan Pemenangan Pemilu : Tjahjo Kumolo
Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi : Suwarno
Ketua Bidang Keanggotaan dan Organisasi : Alexander Litaay
Ketua Bidang Sumberdaya dan Dana : Murdaya Poo
Ketua Bidang Hubungan Masyarakat & Media : Panda Nababan
Bidang Eksternal
Ketua Bidang Pemuda Mahasiswa & Olahraga : Maruarar Sirait
Ketua Bidang Buruh Tani & Nelayan : Jacob Nuwawea
Ketua Bidang Pendidikan dan Kebudayaan : Guruh Soekarno Putra
Ketua Bidang Bisnis Kecil Menengah & Koperasi : Ir. Mindo Sianipar
Ketua Bidang Agama & Kerohanian : Prof.Dr.Hamka Haq
Ketua Bidang Organisasi Kemasyarakatan : Dudhie Makmun Murod
Ketua Bidang Berita & Komunikasi : Ir. Daryatmo Mardiyanto
Ketua Bidang Lingk Hidup & Pengabdian Masyarakat : Sonny Keraf
Bidang Fungsi Pemerintahan
Ketua Bidang Keamanan dan Pertahanan : Theo Syafei
Ketua Bidang Kesejahteraan Rakyat : Adang Ruchiyatna
Ketua Bidang Ekonomi dan Keuangan : Ir. Emir Moeis
Ketua Bidang Luar Negeri : Dr. Arief Budimanta
Ketua Bidang Dalam Negeri / Otonomi Daerah : Ir. Sutjipto
Ketua Bidang Hukum & Hak Azasi Kita-kita : Firman Jaya Daeli
Pada tanggal 25 April 2005, kepengurusan DPP PDI Perjuangan hasil Kongres II PDI Perjuangan dilaporkan ke Departenmen Kehakiman dan HAM dan pada tanggal 30 Mei 2005 Menteri Hukum dan HAM menerbitkan surat keputusan nomor : M-01.UM.06.08 Tahun 2005 yng mendapat perubahan kepengurusan dan AD-ART hasil Kongres yang telah di sebutkan
Diambil dari :